Diberdayakan oleh Blogger.

MENCURI DIRUMAH SEORANG MUFTI



Akhlak yang mulia dan budi pekerti luhur itu
memang lebih menyentuh daripada untaian
kalimat. Nasihat dengan keteladanan lebih
mengena daripada ucapan lisan. Itulah yang
dipraktikkan oleh seorang ulama Rabbani,

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
rahimahullah . Selain menasihati umat
dengan lisan dan tulisan, beliau juga
membuat hati manusia tunduk dan jiwa-jiwa
terketuk dengan keteladanan. Di antara
contoh yang sangat mengagumkan dari
keteladanan beliau adalah bagaimana beliau
memperlakukan seorang pencuri yang
tertangkap basah menyatroni rumahnya.

Salah seorang penuntut ilmu menceritakan:

Saat aku beri’tikaf di Masjid al-Haram di 10
hari terakhir bulan Ramadhan, aku
menghadiri majelisnya Syaikh Ibnu Utsaimin
yang diadakan setelah shalat subuh usai.
Ada seseorang bertanya kepada beliau
tentang suatu permasalahan yang
menurutnya terdapat kerancuan dan
bagaimana pandangan Syaikh Ibnu Baz
terhadap kasus tersebut. Syaikh Ibnu
Utsaimin pun menanggapi si penanya dan
memuji Syaikh Ibnu Baz rahimahumallahu
jami’an .

Saat aku sedang hanyut dalam pembahasan
pelajaran, tiba-tiba seorang laki-laki di
sampingku –mungkin usianya akhir 30-an-
sedang berurai air mata. Kemudian isak
tangisnya mulai merambat ke telinga para
peserta kuliah subuh itu.

Ketika pelajaran usai, kulemparkan
pandanganku kepada laki-laki yang
menangis tadi. Kulihat ia tengah memegang
mush-haf dan tenggelam dalam
kesedihannya. Kudekati dia meskipun
terlihat ia tampak menghindar. Kuucapkan
salam padanya dan kemudian aku bertanya,
“ Kaifa haaluka yaa akhi? Maa yubkiika ?” (Apa
kabarmu saudaraku? Apa yang membuatmu
menangis?) Ia menjawab dengan suara
parau yang tidak jelas. Terdengar hanya
jazaakallahu khair (semoga Allah
membalasmu dengan kebaikan).

Aku pun mengulangi pertanyaanku, “ Maa
yubkiika akhi?” (Apa yang membuatmu
menangis?).

Dengan wajah bersunggut-sunggut
kesedihan ia menjawab, “ Laa laa syai-a,
innama tadzakkartu Ibnu Baz,
fabakaitu ” (Tidak, tidak ada apa-apa. Aku
hanya teringat Ibnu Baz. Kemudian aku pun
menangis.).

Aku menangkap logatnya, akau tahu ia
adalah seorang yang berasal dari Pakistan
walaupun ia mengenakan pakaian Saudi.

Akhirnya ia pun bercerita:

Dulu aku mengalami sebuah kejadian
bersama beliau. Sekitar 10 tahun yang lalu,
aku bekerja sebagai seorang satpam di
salah satu pabrik di Kota Thaif. Kemudian
sepucuk surat dari Pakistan sampai kepaku.

Surat ini membawa kabar bahwa ibuku
dalam keadaan sekarat/koma. Dokter
menyatakan harus segera dilakukan operasi
transplantasi ginjal. Dan biayanya sebesar
7.000 Riyal Saudi. Sedangkan aku hanya
memiliki 1.000 Riyal. Tidak kutemui seorang
pun yang dapat membantuku demikian juga
dari perusahaan.

Jika operasi tidak dilakukan dalam waktu
satu pekan, kemungkinan ibuku akan
meninggal. Keadaannya benar-benar tinggal
menghitung hari. Aku menangisi ibuku.
Karena dialah yang mengasuhku. Yang
bergadang di malam hari untuk menjagaku.
Situasi kepepet ini pun membuatku nekad.
Akhirnya aku melompat masuk ke salah
satu rumah di dekat pabrik tempatku
bekerja. Kumasuki tempat itu pukul dua dini
hari.

Setelah aku berhasil meloncati pagar rumah
itu, beberapa saat kemudian tanpa kusadari
petugas keamanan telah menangkapku.
Mereka melemparku ke dalam mobil. Saat
itu, betapa gelap dunia ini kurasakan.
Kemudian, menjelang shalat subuh,
datanglah seorang polisi. Ia
mengembalikanku ke rumah yang kusatroni
tadi. Yang hendak kujarah barangnya. Polisi
itu menempatkanku di suatu tempat, lalu ia
pergi berlalu.

Beberapa saat kemudian datang seorang
pemuda dengan membawa makanan. Ia
berkata, “ Kul! Bismillah ” (Makanlah dengan
menyebut nama Allah).

Aku heran dan bingung. Sebenarnya aku
sedang berada dimana?
Saat adzan fajar berkumandang, orang-
orang di rumah itu berkata kepadaku,
“ Tawadhdha’ lish shalah ” (Wudhulah untuk
shalat). Rasa khawatir dan takut
menggerayangi tubuhku.

Lalu muncullah seorang laki-laki yang
sudah sepuh. Ia dituntun oleh seorang
pemuda menuju padaku. Laki-laki tua itu
menyalamiku kemudian mengucapkan
salam. “ Hal akalta? ” (Sudah makan?)
tanyanya. “ Na’am ” jawabku. Ia pun meraih
tangan kananku lalu menggandengku pergi
bersama ke masjid untuk shalat subuh
berjamaah.

Setelah shalat, kulihat laki-laki tua yang
memegang tanganku itu duduk di sebuah
kursi di baris depan masjid. Para jamaah
dan pelajar pun mendekat, duduk di
sekelilingnya. Mulailah Syaikh itu
menyampaikan pelajaran.

Seketika itu kuletakkan kedua tanganku di
kepala. Aku malu dan aku juga takut. “Ya
Allaaah.. apa yang sudah aku lakukan???
Aku mencoba mencuri di rumah Syaikh Ibnu
Baz” gumamku. Aku tahu, nama Syaikh Ibnu
Baz karena beliau begitu tenar di negaraku
Pakistan.

Setelah pelajaran usai, Syaikh kembali
membawaku ke rumahnya. Dengan hangat,
ia kembali menggapai tanganku dan
mengajakku sarapan pagi. Sarapan yang
dihadiri banyak orang-orang. Ia dudukkan
aku di sampingnya. Sambil menyantap
sarapan beliau bertanya, “ Masmuka ?” (Siapa
namamu?) “Murtadha.” Jawabku.

Aku pun menceritakan kisahku kepadanya.
Beliau menanggapi, “ Hasanan.. sanu’thika
9.000 Riyal .” (Baik, akan kami berikan 9.000
Riyal untukmu). “ Al-mathlub 7.000
Riyal ” (Yang dibutuhkan hanya 7.000 Riyal).

Beliau menanggapi, “Sisanya ambillah
untukmu. Tetapi jangan kau ulangi lagi
perbuatan mencuri itu wahai anakku”. Aku
pun mengambil uang itu. Kuucapkan terima
kasih kepadanya. Dan kudoakan kebaikan
untuknya.

Setelah itu aku pulang ke Pakistan untuk
membiayai operasi ibuku. Alhamdulillah
ibuku bisa kembali sembuh.

Lima bulan kemudian, aku kembali ke Saudi.
Dan langsung menuju Riyadh. Aku mencari
Syaikh dan kukunjungi kediamannya. Aku
sudah mengenalnya sekarang. Begitu pula
beliau, tidak lupa padaku. Beliau bertanya
tentang ibuku. Lalu aku berikan kepada
beliau 1500 Riyal. Segera beliau bertanya,
“ Maa hadza ?” (Apa ini?) “ Al-Baaqi ” (Sisanya)
jawabku. Lalu beliau berkata, “ Huwa
laka ” (Uang itu untukmu).

Aku kembali mengajukan permintaan kepada
Syaikh, “Syaikh, aku ada permintaan”. “Apa
itu wahai anakku?” katanya.

“Aku ingin bekerja padamu. Jadi pembantu
atau yang lainnya. Aku mohon Syaikh,
jangan tolak permintaanku. Semoga Allah
senantiasa menjagamu”. Pintaku.
“ Hasanan ” (Baiklah) jawabnya.

Lalu aku pun bekerja di rumah Syaikh
hingga beliau rahimahullah wafat.

Salah seorang yang dekat dengan Syaikh
mengabarkan kepadaku, “Tahukah engkau,
saat kau melompati pagar rumah beliau.
Beliau sedang shalat malam dan mendengar
suara gaduh di halaman rumahnya. Lalu
beliau menekan bel yang biasa ia gunakan
untuk membangunkan orang-orang di
rumahnya saat-saat shalat wajib saja.
Mereka semua terbangun dan merasakan
ada suatu kejanggalan. Lalu beliau memberi
tahu bahwa ada suara ribut-ribut di
halaman. Mereka pun menyampaikannya ke
satpam, lalu satpam menelpon polisi. Tanpa
menunggu lama mereka pun menangkapmu.

Syaikh pun bertanya apa yang terjadi.
Orang-orang di rumahnya mengatakan ada
pencuri, dan polisi telah
menggelandangnya. Syaikh pun marah, lalu
berkata, “Jangan, jangan.. bebaskan dia
sekarang dari kantor polisi. Aku yakin dia
tidak mencuri kecuali karena sangat
terdesak. Kemudian kejadiannya
sebagaimana yang sudah engkau ketahui”.
Aku (yang bertanya) berkata kepada
sahabatku (yang bercerita), “Sekarang
matahari telah terbit (sudah pagi). Seluruh
umat ini terasa berat dan menangisi
perpisahan dengan beliau. Berdirilah
sekarang, marilah kita shalat dua rakaat dan
berdoa untuk Syaikh rahimahullah .
—–

Semoga Allah senantiasa merahmati Syaikh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan
menempatkannya di surga yang penuh
dengan kenikmatan.. Amin..
Sumber:
– http://forum.islamstory.com/13889-
%C3%93%C3%82%C3%82%C3%91%C3%9E
-%C3%A3%C3%A4%C3%92%C3%A1-
%C3%87%C3%88%C3%A4-
%C3%88%C3%87%C3%87%C3%92-
%C3%9E%C3%95%C3%A5-
%C3%91%C3%87%C3%87%C3%87%C3%87
%C3%87%C3%87%C3%87%C3%86%C3%9
A%C3%A5.html

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com

Pubish kembali oleh http://kaizuka7.blogspot.com
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "MENCURI DIRUMAH SEORANG MUFTI"

 
Template By Kunci Dunia
Back To Top