Kaizuka7. Diberdayakan oleh Blogger.
Muslim Tak Akan Meninggalkan Sholat

Islam Di Inggris



Pada libur muslim dingin yang lalu, Allah
memberikan saya ( penulis ). kesempatan untuk
mengikuti konferensi (pengajian)
bertemakan “ Pemahaman yang Benar
tentang Jihad dan Khilafah ” di sebuah kota
di Inggris bernama Luton. Setelah
mengikuti konferensi tersebut saya juga
berkesempatan untuk merasakan
kehidupan muslim di salah satu kota
terbesar di Inggris, Birmingham. Melalui
tulisan ini, saya bermaksud ingin berbagi
sedikit pelajaran dari perjalanan saya di
dua kota tersebut dan ditambah sedikit
cerita bagaimana kehidupan muslim di
kota tempat saya tinggal, Newcastle.

Islam di Luton

Luton adalah sebuah kota kecil yang
terletak tidak terlalu jauh dari London
(sekitar setengah jam perjalanan dengan
kereta). Suasana Islami sangat terasa di
kota kecil ini: mulai dari toko makanan
halal yang tersebar dimana-mana,
perempuan berjilbab dan berniqob yang
berlalu-lalang, hingga beberapa bangunan
masjid yang berdiri di beberapa sudut
kota.

Di kota ini pulalah diadakan winter
conference yang berjudul “ The Return of
Jihad and Khilafah: The Correct
Understanding ”. Saya meniatkan diri untuk
mengikuti konfrensi tersebut karena
beberapa pembicaranya adalah ulama
tersohor dari Timur Tengah. Pada awalnya
konfrensi direncanakan untuk
dilaksanakan di masjid Ghuroba’, masjid
yang bisa dikatakan cukup besar dan
dikelola oleh Salafiyyin di kota ini. Namun
karena besarnya respon dari kaum
muslimin dari dalam dan luar Inggris
untuk mengikuti konfrensi tersebut, pada
akhirnya tempat pelaksanaan dipindah ke
sebuah venue yang lebih besar yang
memungkinkan menampung orang lebih
banyak.

Ketika duduk bersama para peserta di
konfrensi ini, saya menjadi mengerti
betapa indahnya persaudaraan yang
dibangun di atas ukhuwah islamiyyah .
Betapa saya senang ketika melihat
bagaimana para peserta konfrensi saling
mengucapkan salam, melempar senyum,
berbagi, dan beramah tamah satu sama
lain, dengan tidak membedakan suku
bangsa, warna kulit, usia, dan status
sosial. Konferensi ini diikuti oleh orang-
orang kulit putih, coklat, dan hitam. Diikuti
oleh orang-orang dari berbagai negara
dari berbagai benua. Oleh tua dan muda.
Namun saya tidak merasa ada sekat
antara mereka karena telah disatukan oleh
pertalian Islam.

Konfrensi berlangsung pada 31 Desember
2014 hingga 2 Januari 2015. Pada malam
pergantian tahun baru, saya tidak melihat
sedikit pun adanya ketertarikan dari para
peserta konferensi yang menginap di
tempat yang sama dengan saya untuk
merayakan tahun baru, atau sekedar
melihat bumbungan kembang api yang
terjadi di luar sana. Konferensi ini juga
ternyata mendapat penentangan yang
keras dari English Defence League (EDL).
EDL mengajukan izin untuk melakukan
demonstrasi di sekitar lokasi konferensi
dengan alasan acara ini dikhawatirkan
dapat menimbulkan kebencian dan
memantik ekstrimisme. Namun, polisi lokal
tidak memberikan izin demonstrasi
tersebut karena tidak melihat adanya
potensi untuk terjadinya apa yang
dikhawatirkan oleh EDL. Polisi lokal hanya
membolehkan demonstrasi jika dilakukan
di pinggiran kota.

Semangat belajar dan mengajarkan Islam

Ketika mengikuti konferensi, saya juga
menjadi teringat-ingat dengan sabda
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam :
“ sebaik-baik kalian adalah yang mau
mempelajari Al Qur’an dan mau
mengajarkannya .”

Pada saat acara berlangsung saya sempat
berkenalan dengan dua orang ikhwan yang
tinggal di Inggris dan Perancis yang
bercerita mengenai pengalaman mereka
pergi ke Timur Tengah untuk belajar
Bahasa Arab. Tujuan mereka untuk
mempelajari Bahasa Arab adalah semata
agar bisa mempelajari Islam dan Al Quran
lebih dalam. Salah seorang di antaranya
berkata, “ bisa memahami langsung perkataan
Allah (Al Quran) adalah kenikmatan yang tak
terhingga. Aku merasa Allah berbicara padaku
ketika aku mendengar dan faham bacaan Al
Quran ketika solat“.

Di sisi lain, saya juga mengambil
pelajaran dari para masyaikh yang
ternyata sangat bersemangat untuk
mempelajari bahasa Inggris, semata agar
bisa berdakwah dan mengajarkan ayat-
ayat Al Quran dengan Bahasa Inggris.
Beberapa kali Syaikh Faishal Al Jaasimi
dan Syaikh Muhammad Al Malik menjawab
pertanyaan dari peserta dengan bahasa
Inggris.

Syaikh Muhammad Al Maliki menceritakan
bagaimana perjuangan beliau untuk
mempelajari bahasa Inggris agar bisa
berdakwah dengan bahasa tersebut. Beliau
bertutur bahwa pada awalnya pelajaran
bahasa Inggris termasuk pelajaran yang
paling susah bagi beliau. Beliau sempat
gagal dua kali ketika ujian bahasa Inggris.
Sampai pada akhirnya beliau mendengar
bahwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al
‘Utsaimin sangat berkeinginan untuk
mempelajari bahasa Inggris agar bisa
berdakwah dengannya, sehingga beliau
pun ikut termotivasi (1). Barangkali,
perkataan Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin berikut
yang memotivasi beliau:

“ aku sendiri berangan-angan, andai saja aku
bisa menguasai bahasa Inggris. Sungguh aku
melihat terdapat manfaat yang amat besar
bagi dakwah bila saja aku menguasai bahasa
Inggris”.

Islam di Birmingham

Bersama London, Birmingham menempati
posisi teratas dalam peringkat kota-kota di
Inggris dengan jumlah muslim terbesar.
Sudah banyak cerita yang tersebar di
berbagai media tentang kuatnya nuansa
Islam di kota ini. Dan ternyata hal tersebut
memang benar adanya. Ketika kali
pertama saya turun dari bus yang
mengantarkan saya ke kota ini, saya
langsung melihat para perempuan
berjilbab yang berlalu lalang di tengah
kota. Bahkan tak sedikit juga yang
menggunakan niqob/cadar. Di atas itu
semua, bagi saya yang paling menarik
terkait cerita Islam di kota ini adalah
keberadaan Green Lane Masjid . Sebuah
masjid yang juga dikelola oleh Salafiyyin di
kota ini, yang menjadi garda terdepan
dalam dakwah Islam di Inggris. Para
ulama dari timur tengah secara rutin hadir
untuk memberikan pelajaran di masjid ini.
Hampir setiap hari di masjid ini juga
terdapat pengajian yang diisi oleh ustadz-
ustadz lokal. Masjid ini juga dikelilingi
oleh kawasan yang terasa sangat Islami,
mulai dari toko-toko yang menjual
berbagai kebutuhan seorang muslim,
hingga toko-toko yang menjual referensi-
referensi Islam berbahasa Arab (kitab
kuning).

Islam di Newcastle

Nuansa Islam di kota tempat saya tinggal
ini memang tidak sekuat dua kota yang
telah saya ceritakan sebelumnya. Namun,
berbagai aktifitas dan perkembangan
dakwah Islam di kota ini sangat patut
untuk membuat bahagia.

Di Newcastle terdapat beberapa buah
masjid dan di antara yang terbesar adalah
Newcastle Central Mosque. Di masjid
inilah terdapat semacam Islamic school
untuk anak-anak penduduk lokal atau pun
pendatang. Jika melaksanakan shalat
ashar/magrib di masjid ini, saya sering
mendapati anak-anak tersebut bersama-
sama mengulang hafalan surat-surat
pendek mereka. Di masjid ini pula
diadakan kegiatan pengenalan Islam.
Pengurus masjid secara rutin mengundang
masyarakat yang tinggal di Newcastle
untuk mendengarkan penjelasan mengenai
konsepsi Islam yang sebenarnya. Acara
tersebut biasanya sengaja diadakan
bertepatan dengan waktu solat Isya’, agar
para peserta bisa mendengarkan azan dan
melihat aktifitas ibadah shalat. Sebelum
acara berakhir, peserta biasanya diminta
untuk menuliskan kesan-kesan tentang
apa yang telah mereka dengar dan lihat.
Saya agak terkejut, ternyata respon yang
diberikan sangat positif. Di antara
komentar tertulis yang paling saya ingat
adalah: “ aku sangat suka mendengar bacaan
Al Quran. Lain kali jika diundang lagi, aku
akan mengajak seluruh keluargaku! ”

Masjid lainnya di Newcastle yang cukup
besar adalah masjid yang disediakan oleh
pihak Newcastle University, yang
sekaligus menjadi kantor bagi Islamic
Society (ISOC) dari Newcastle University.
Peran Isoc dalam mendakwahkan Islam di
kota ini, terkhusus di kampus, juga sangat
signifikan. Agenda tahunan Isoc yang
sudah menjadi sarana hidayah bagi
banyak orang untuk berislam adalah
Discover Islam Week. Di masjid ini pula
secara rutin dilakukan pengenalan konsep
Islam kepada anak-anak sekolah dan guru-
guru mereka. Anak-anak dan guru-guru ini
biasa diundang untuk datang ke masjid
untuk diberi penjelasan tentang apa itu
Islam dan melihat secara langsung
bagaimana muslim melakukan solat
zuhur/ashar.

Selain itu terdapat pula Islamic Diversity
Centre (IDC) yang biasa melakukan
dakwah dengan cara-cara kreatif. Pada
musim dingin ini, IDC mengadakan event
untuk mendakwahi para orang tua di panti
jompo yang sudah tidak terlalu
dipedulikan lagi oleh anak-anak mereka.
Melalui event-event seperti ini, tidak
sedikit orang yang menjadi tertarik untuk
memeluk Islam.

Briton dan Islam

Penduduk pribumi Inggris (Briton/British)
terkenal sebagai orang yang ramah,
santun, dan berbudaya. Saya pribadi
sering mendapatkan perlakuan yang
santun dan ramah tersebut ketika
berinteraksi dengan mereka. Ketika saya
mendapatkan perlakuan ramah tesebut,
saya sering berangan: “ seandainya orang-
orang British ini memeluk Islam, barangkali
kelak Allah akan meninggikan derajat mereka
di surga” karena saya teringat pada sabda
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam : “ aku
menjamin sebuah rumah di surga yang
tertinggi bagi orang yang memiliki akhlak
yang baik. ” (HR Abu Dawud).

Orang Inggris juga sangat menghargai
hak-hak individu, termasuk hak untuk
beragama dan beribadah. Ketika mengikuti
konfrensi di Luton, Syaikh Abdul Haqq
Turkamani yang sudah beberapa tahun
tinggal di Inggris, bertanya kepada para
peserta: “ selama tinggal di negeri ini,
pernahkah kalian diganggu karena alasan
agama? bukan karena alasan-alasan pribadi .”
Maka banyak peserta konferensi yang
menjawab tidak pernah, karena memang
pemerintah Inggris sangat menjamin hak-
hak untuk beragama (sebagaimana juga
menjamin hak untuk tidak beragama).
Apabila ada tindakan dari seseorang yang
mengganggu hak untuk beragama
tersebut, maka pihak yang berwenang
akan memprosesnya secara hukum.

Tantangan bagi Muslim yang Tinggal di
Inggris


Ada satu persamaan yang saya pribadi
rasakan ketika mengunjungi kawasan
permukiman yang dihuni oleh muslim
pada tiga kota di atas. Persamaannya
adalah kawasan yang dihuni orang
muslim selalu terkesan tidak serapi dan
tidak sebersih penduduk asli yang non-
muslim. Saya sangat malu jika melihat
seorang muslim yang tidak mentaati
aturan-aturan yang sebenarnya itu juga
merupakan ajaran Islam, semisal aturan
untuk mengantri dan menjaga kebersihan.
Jika seorang muslim tidak mematuhi
aturan-aturan tersebut, tentu berpotensi
untuk dianggap stereotype bagi orang
yang tidak suka dengan Islam. Kata
sebagian orang, keindahan Islam menjadi
tertutup karena para pemeluknya yang
tidak menjalankan ajarannya dengan
sungguh-sungguh. Karenanya, tantangan
bagi Muslim yang tinggal di Inggris
sebenarnya adalah untuk menjalankan
ajaran Islam dengan sungguh-sungguh.
Dengan begitu, orang-orang akan tahu
dengan sendirinya keindahan Islam dan
dengan izin Allah akan menjadi tertarik
terhadap Islam.

Penutup

Saya tidak mengklaim apa yang saya
ceritakan adalah keadaan Islam di Inggris
secara keseluruhan, namun yang
sampaikan adalah apa yang saya rasakan
secara subjektif. Tulisan ini bukan pula
dibuat untuk memotivasi para pembaca
untuk berhijrah dan tinggal di negeri non-
muslim seperti Inggris. Bagaimanapun,
tinggal di negeri muslim atau negeri yang
mayoritas masyarakatnya adalah muslim
jauh lebih baik bagi seorang muslim.
Data resmi dari situs Muslim Council Board
menyatakan bahwa jumlah muslim di
Inggris pada tahun 2011 adalah 2.79 juta
dan 47% dari jumlah tesebut terlahir di
Inggris. Saya berdoa semoga angka
tersebut terus bertambah. Semoga pula
Allah memberikan hidayah Islam kepada
penduduk Inggris dan kepada para
pemimpinnya. Dan semoga Allah juga
menolong orang-orang yang terlibat dalam
dakwah Islam di negeri ini. Amin .
***

Selesai ditulis pada 17:05 GMT, 07
Februari 2015. Robinson Library,
Newcastle University.

1 Lihat penjelasan Syaikh Ibnu Al
‘Utsaimin tentang hukum belajar bahasa
Inggris di sini: https://
abukarimah.wordpress.com/2011/10/19/
belajar-bahasa-inggris/


Penulis: Muhammad Rezki Hr., ST.,
M.Eng.

Sumber: Artikel Muslim.Or.Id

Pubish kembali oleh http://kaizuka7.blogspot.com
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Islam Di Inggris"
 
Template By Kunci Dunia
Back To Top